Oleh: Pebi Julianto
Liputan12.com - Moderasi menjadi wacana yang begitu nyaring di tahun 2024. Konsep ini menegaskan keseimbangan menghindari ekstremitas baik kekanan maupun kekiri. Seraya menjadi nilai fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, di IAIN Kerinci, apakah semangat moderasi benar-benar berakar atau sekadar ilusi? Sayangnya, yang tampak hanya lapisan luar yang manis, sementara substansinya justru jauh dari harapan.
Dalam realitas akademik, moderasi lebih sering menjadi slogan tanpa implementasi nyata. Kata "Huallohumma wafik ila aqwami thorik" kerap mengakhiri setiap sambutan resmi, tidak hanya di kalangan dosen dan pejabat, tetapi juga mulai digunakan oleh mahasiswa dalam diskusi kelas. Frasa ini, yang seharusnya menggambarkan doa dan kebijaksanaan, justru berubah menjadi simbol formalitas belaka. Hanya diucapkan tanpa disertai refleksi kritis atau perubahan mendasar dalam budaya akademik.
Yang seharusnya digunakan adalah penutup yang lebih umum, seperti "Mari bersama-sama membangun lingkungan akademik yang lebih baik." Ungkapan semacam ini tidak mengesankan keberpihakan pada kelompok tertentu, tetapi tetap mencerminkan harapan dan semangat kebersamaan dalam dunia akademik.
Kini, IAIN Kerinci berada di bawah kepemimpinan Rektor baru, Dr. Jafar Ahmad, seorang akademisi berlatar belakang ilmu politik. Saat pelantikannya di Kementerian Agama Jakarta, ia didampingi dengan gagah oleh keluarga dan para kader Ansor. Sebuah pemandangan yang seolah mengisyaratkan arah kekuasaan di periode mendatang.
Perjuangan para kader Ansor dalam mengantarkan figur 01 ke kursi kepemimpinan tentu patut diapresiasi. Namun, di sisi lain, muncul fenomena yang mencengangkan. Beberapa figur mendadak berusaha menyesuaikan diri. Demi meraih posisi strategis, mereka rela menghafal "Huallohumma wafik ila aqwami thorik" agar tampak sejalan dengan kelompok tertentu.
Kini, tantangan besar terbentang di hadapan Rektor IAIN Kerinci: akankah ia memberdayakan sumber daya manusia berdasarkan kompetensi yang mumpuni, ataukah justru mengutamakan kelompok tertentu, baik dari jaringan organisasi, keluarga, maupun mereka yang sekadar lihai dalam mengambil muka?
Pada akhirnya, apakah moderasi di IAIN Kerinci hanya akan terus menjadi slogan kosong, atau masih ada harapan untuk menjadikannya sebagai sebuah kenyataan? Huallohu a’lam.
0 Komentar