CIREBON, Liputan12.com- Oknum Ketua organisasi kewartawanan AWAN berserta sejumlah media online yang tergabung didalamnya telah merilis berita berjudul Meresahkan Oknum Wartawan Gadungan Berakhir Diusir dari Nagan Raya, Provinsi Aceh, pada Rabu (2/10/24) lalu.
Sebelumnya, Oknum Ketua organisasi Aliansi Wartawan Nagan (AWAN) berinisial RW dan kontraktor berinisial HD menuding wartawan Media online Sidik Kriminal dan Bongkar Kasus MMNTV melakukan pemerasan kepada Pejabat Sekolah di Kabupaten Nagan Raya.
Selain organisasi AWAN, beberapa media online juga menuding wartawan Media Cetak dan Online Sidik Kriminal dan Bongkar Kasus MMNTV sebagai wartawan bodrex atau gadungan.
"Kami disebut wartawan bodrex atau gadungan. Dalam pemberitaan itu mereka hanya sepihak tanpa konfirmasi lebih dulu kepada kami," ungkap Junaidi wartawan resmi Media sidikkriminal.co.id yang memiliki Id Card dan tercantum namanya di dalam bok redaksi.
Sementara Marhaban wartawan bongkarkasusmmntv.com, mengatakan pemberitaan oleh Ketua dan sejumlah pengurus AWAN, kami anggap tidak berimbang sebagaimana dasar penulisan berita 5W1H, dan tidak sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Kami dari wartawan Sidik Kriminal dan bongkarkasusmmntv.com, dalam hal ini sangat dirugikan terhadap tudingan Aliansi Wartawan Nagan Raya melalui sejumlah media online yang telah mencoreng nama baik kami,” kata Marhaban dengan menyerahkan semua bukti pemberitaan yang telah diterbitkan di sejumlah media online.
"Dengan menuding pemerasan di kalangan pejabat Nagan Raya, kami wartawan bongkarkasusmmntv.com dan sidikkriminal.co.id, tidak menerima atas tudingan memeras dan gadungan. Kami wartawan yang diakui pimpinan redaksi, kami akan melaporkan pihak oknum yang telah mencoreng nama baik kami bila tidak meralat apa yang telah diberitakan," tegasnya.
Tudingan itu ditujukan kepada kami setelah melakukan giat jurnalistik mengkonfirmasi proyek yang diduga tidak sesuai spesifikasi dan tidak menggunakan K3.
Namun, di lokasi sejumlah oknum Aliansi Wartawan Nagan membentak wartawan sidik kriminal dan bongkarkasusmmntv.com, hingga mengusir wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.
"Saat menjalankan tugas jurnalistik, kami dibentak dan diusir tidak hanya itu, salah seorang anggota AWAN melakukan tindak kekerasan menampar salah satu rekan kami dari media Sidik Kriminal," jelas Marhaban Kaperwil Aceh.
Sikap arogan tersebut sangat disayangkan, organisasi kewartawanan yang seharusnya merangkul justru melakukan tindak kekerasan kepada wartawan.
"Kami menduga bahwa oknum pengurus AWAN membackup sejumlah proyek atau pun pejabat sehingga merasa terusik dengan kedatangan wartawan dari luar Nagan Raya. Kami akan memproses hal ini ke jalur hukum,” ujar Marhaban Kaperwil Media Bongkar Kasus.
Hal tersebut mendapat sorotan dari Ketua umum (Ketum) Perkumpulan Wartawan Online (PWO) Dwipantara, Feri Rusdiono menegaskan bahwa wartawan tidak boleh dikriminalisasi.
"Seharusnya, wartawan itu tidak boleh dikriminalisasi. Tidak ada undang-undangnya. Kerja wartawan adalah kerja publik untuk kepentingan publik. Menyediakan informasi terpercaya untuk publik. Jadi, kasus wartawan dikriminalisasi di Nagan Raya ini harus ditindak sampai ke akar-akarnya. Kapan perlu, kita usut sampai tuntas," ujar Ketum PWO Dwipantara, Feri Rusdiono dihubungi redaksi.
Sementara, R. Arif Martawijaya selaku Pemimpin Redaksi Sidik Kriminal sekaligus Ketua DPW PWO Dwipantara Jawa Barat mengatakan wartawan melakukan tugas jurnalistik sebagai tindakan kontrol sosial.
"Wartawan melakukan kontrol sosial itu wajar dan sudah menjadi tugasnya apalagi ini terkait anggaran pemerintah, uang negara, maka harus transparan agar masyarakat mengetahui dan perihal itu juga tertuang dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008," jelas Arif.
Arif juga menyayangkan tindakan dari oknum anggota AWAN yang terkesan arogan kepada wartawan bahkan sampai terjadi kekerasan.
"Mereka berstatement seolah mengerti Kode Etik Jurnalistik tapi justru sikap dan tindakannya berbanding terbalik," tutur Ketua DPW PWO Dwipantara Jawa Barat, R. Arif Martawijaya.
"Bila telah terjadi tindak kekerasan maka itu sudah pidana dan sudah sewajibnya dilaporkan kepada pihak berwenang," Imbuhnya.
Sebagai informasi Soal pemberitaan yang salah, Pasal 1 dan 4 Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers (Kode Etik Jurnalistik) menyatakan:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Di dalam dunia pers dikenal 2 (dua) istilah yakni: hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).
(Red)
0 Komentar