EKSEKUSI LAHAN DI DESA LAIKIT MINAHASA UTARA, BERAKHIR BENTROK 






Sulut, Liputan12-  Perseteruan antara anak-anak Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania melawan Herman Doodoh dalam perkara nomor : 49/Pdt.G/2014/PN.Arm, berujung pada eksekusi lahan oleh Pengadilan Negri Airmadidi (23-08-2024).

Diketahui suami isteri Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania semasa hidup mereka. Dari jumlah keseluruhan 12 bidang tanah menjadi harta bersama mereka. 

Saat Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania masih hidup mereka sudah membagikan 12 harta pendapatan bersama itu masing-masing yang 10 bidang tanah dibagikan kepada empat orang anak sebagai bagian milik anak-anak mereka, dan.dua bidang tanah yang tersisa menjadi bagian milik suami isteri Jacob Tuegeh dan Adriana Wantania.

Sebelum Jacob Tuegeh meninggal dunia,1 bidang tanah miliknya sudah dijual kepada orang lain dan sebelum Adriana Wantania meninggal dunia dia telah menjual 1 bidang tanah bagian miliknya kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan.


Proses jual beli satu bidang tanah  antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan terjadi pada tanggal 7 Januari 2010 dengan harga jual beli Rp. 65.000.000 disertai dengan adanya kwitansi penerimaan uang dan ditandatangani oleh Adriana Wantania selaku penerima uang penjualan. Selanjutnya setelah jual beli tanah itu terlaksana maka tanah tersebut langsung diserahkan penguasaannya oleh Adriana Wantania kepada suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan, langsung dikuasai serta diduduki.

Akan tetapi waktu pembayaran, uang yang dipakai oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan untuk membeli tanah milik Adriana Wantania adalah uang yang dipinjam dari orang tua Joice Wagiu yang bernama Lis Rotti. Saat itu Joice Wagiu masih berstatus sebagai menantu dari Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan. Sehingga kwitansi tanda terima uang jual beli tanah tersebut dititipkan sementara kepada Joice Wagiu, sebagai jaminan atas uang pinjaman yang dipakai untuk membeli tanah tersebut.


Setelah terjadi transaksi, suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan mengajukan pengukuran di Pemerintah Desa Laikit.Saat akan mencatatkan nama pemilik tanah menggunakan nama suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan, Joice Wagiu keberatan dan meminta agar namanya yang  dicantumkan sebagai pemilik di Buku Register Tanah Desa Laikit.

Karena keinginan Joice Wagiu tidak dipenuhi  dan ditolak oleh suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan, maka Joice Wagiu mengajak anak-anak Adriana Wantania bekerja sama untuk membatalkan jual beli tanah yang telah sudah terjadi antara Adriana Wantania dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan.

Joice Wagiu mengajak anak-anak Adriana Wantania bekerja sama,  karena diketahui mereka juga pernah keberatan dengan jual beli yang dilakukan antara Andriana dan Herman Doodoh dan istrinya Yulin Pangemanan.

Ketika Adriana Wantania meninggal, anak-anaknya pernah pergi bertemu dengan suami isteri Herman Doodoh dan Yulin Pangemanan untuk membatalkan jual beli tanah tersebut, tetapi suami isteri Herman Doodoh dan Yulin pangemanan menolak. Kemudian upaya membuat laporan ke pemerintah desa Laikit dan Kepolisian Sektor Dimembe dilakukan oleh Joice Wagiu dan anak-anak Adriana Wantania, tapi tidak membuahkan hasil sesuai keinginan. 

Akhirnya anak-anak  Adriana Wantania melakukan upaya hukum untuk membatalkan jual beli tanah yang telah dilakukan ibu mereka saat masih hidup, Jenny Tuegeh Cs menggugat Herman Doodoh. 

Gugatan tersebut terdaftar tanggal 07 Mei 2014 dengan perkara Nomor : 49/Pdt.G/2014/PN .Arm sebagai pihak : Jenny Tuegeh, Ama.Pd, Ventje Tuegeh, SE, Meyke Tuegeh, STh, Ivan Ombuh, SE, Ivone Ombuh, ST, Irvandy Ombuh, SE sebagai penggugat dan Herman Doodoh sebagai tergugat.

Namun dalam eksepsi tergugat menilai adanya kekeliruan yang dibuat oleh Majelis hakim saat itu yakni kurang pihak, Yulin Pangemanan sebagai  isteri dari Herman Doodoh tidak pernah diikut sertakan dalam berperkara baik terhadap perkara nomor : 49/Pdt.G/2014/PN.Arm maupun perkara-perkara yang lain. Yulin Pangemanan tidak pernah memberikan kuasa atau persetujuan kepada Herman Doodoh untuk mewakili hak hukum.

Maka pada tanggal 14 Agustus 2024 Yulin Pangemanan didampingi oleh pengacara Noch Sambow, SH.MH. C.M.C, melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan terhadap Jeny Tuegeh cs.P

ermohonan gugatan diterima oleh Pengadilan Negeri Airmadidi Perkara nomor 200/PdtG/2023/PN Arm. (Sumber:NochSambow)


Namun berdasarkan permohonan eksekusi perkara perdata No. 49/Pdt.G/2014/PN Arm tahun 2014 yang dilayangkan, Ketua PN Airmadidi membuatkan penetapan eksekusi.

Dalam Amar putusan yang dibacakan oleh Juru Sita PN Airmadidi, pelaksanaan eksekusi yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 23-08-2024 adalah sebidang tanah yang terletak di Desa Laikit, Kecamatan Demembe Kabupaten Minahasa Utara luas tanahnya 8.390 M²


Chatrien Baginda, SH.MH selaku Panitera PN Airmadidi yang hadir dalam pelaksanaan eksekusi tersebut menjelaskan putusan incracht dari pengadilan harus dilaksanakan, meskipun ada permintaan dari pihak yang kalah untuk menunggu hingga gugatan baru yang diajukan selesai di tingkat pertama.


Ketua Pengadilan Negri Airmadidi Juply Sandria Pansariang, SH.MH ketika dikonfirmasi wartawan liputan12 katakan bahwa pelaksanaan eksekusi pada tanggal 23 Agustus 2024 menjadi kewenangan Ketua Pengadilan berdasarkan pertimbangan kasuastis dalam pedoman MA.



Menanggapi pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh PN Airmadidi, Noch Sambouw SH MH, sebagai Kuasa Hukum dalam perkara No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm mengatakan, eksekusi tersebut dilakukan melanggar aturan sehingga bisa dikatakan eksekusi illegal.

Objek yang dieksekusi sementara bergulir di tingkat Kasasi sesuai data dalam perkara perdata No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm.


“Pelaksanaan eksekusi Jumat 23 Agustus 2024 lalu di Desa Laikit itu dipaksakan untuk dilaksanakan oleh Ketua PN Airmadidi. Padahal dalam Pedoman Pelaksanaan Eksekusi dari Mahkamah Agung yang diberlakukan bagi seluruh Pengadilan Negeri di wilayah NKRI yang menyebutkan alasan Eksekusi harus ditangguhkan karena Objek Eksekusi tidak sama dengan keadaan di Lapangan atau Objek Eksekusi masih dalam proses lain,” ujar Noch.



Sebelumnya sebagai pengacara yang telah memiliki Sertifikat Mediator Konsiliator, Noch Sambow telah memberikan tawaran solusi yakni meminta agar pihak PN Airmadidi memberikan jaminan kepada pemohon eksekusi atau siapa saja. Jaminan tersebut berupa sejumlah uang ataupun barang yang senilai dengan barang-barang termasuk di dalamnya tanaman-tanaman yang akan dirusak.

Apabila ada jaminannya maka menurut pengacara Noch, dia sendiri selaku Penegak Hukum akan turut membantu menjalankan eksekusi tersebut. 


Ketika eksekusi dilaksanakan situasi memanas terjadi antara pihak pemohon dan termohon, sehingga adanya pelemparan batu oleh pihak yang tidak diketahui. 

Diduga aksi tersebut diprovokasi oleh oknum tertentu, yang menyebabkan terjadinya gesekan antara petugas, anggota ormas, dan LSM yang hadir di loksai. Akibatnya beberapa orang mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit untuk penanganan medis.


"Sangat saya sayangkan dari pihak PN Airmadidi tidak memberikan respon atas solusi adil dan benar yang telah saya sampaikan. Akhirnya karena eksekusi dipaksakan maka terjadi bentrok yang menyebabkan korban luka-luka dari kedua belah pihak", tambah Noch.

Penulis: Jean Eva 

Posting Komentar

0 Komentar