NGAWI, Liputan12.com - Polres Ngawi Polda Jatim berhasil mengungkap kasus pemalsuan obat tikus dengan TKP (tempat kejadian perkara) di toko pertanian Kiwi masuk Ds. Kedungputri Kec. Paron Kab. Ngawi.
Kejadiannya pada Kamis (6/6/2024) pelapor bernama Dewandri (25) salah satu karyawan swasta Legal PT.
Yanno Agro Science Indonesia mendapat laporan terkait adanya obat tikus merk Alufos yang diduga palsu, kemudian pelapor mengecek ke beberapa toko obat pertanian yang ada di Kab. Ngawi dan mendapati obat tikus merk Alufos yang bertutup warna merah, selanjutnya mengkonfirmasi ke PT. Yanno bahwa PT. Yanno tidak mengeluarkan produk
obat tikus dengan tutup warna merah melainkan hanya warna putih.
"Karena merasa dirugikan maka PT. Yanno melalui legalnya melaporkan kejadian
tersebut ke Polres Ngawi," jelas Kapolres Ngawi AKBP Dwi Sumrahadi Rakhmanto, S.H., S.I.K., M.H., di hadapan media pada Kamis (8/8/2024)
Dengan serangkaian penyelidikan dan penyidikan terhadap pemilik toko, sales dan beberapa saksi lainnya, akhirnya Unit Pidana Khusus Sat Reskrim Polres Ngawi dapat menetapkan inisial GAP (29), karyawan swasta, alamat Dsn/Ds. Alastuwo Kec. Kebakkramat Kab.
Karanganyar Prov. Jawa Tengah menjadi tersangka.
"Pelaku memesan stiker yang sama persis dengan obat tikus Alufos Asli ke sebuah percetakan di Kab. Surakarta dengan cara di scan, setelah pesanan stiker tersebut jadi kemudian pelaku menempelkan stiker Alufos tersebut pada obat tikus yang sebelumnya tanpa merk (polosan)," lanjut Kapolres Ngawi didampingi Kasat Reskrim AKP Joshua.
Barang bukti yang diamankan adalah 1 (satu) botol obat racun tikus merk Alufos dengan tutup botol warna putih (asli) dan
190 (seratus sembilan puluh) botol obat racun tikus merk Alufos dengan tutup botol warna merah (palsu).
Karena perbuatannya, pelaku diterapkan pada pasal 100 ayat (2) UU Nomor 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis
dan atau pasal 123 UU Nomor 22 tahun 2019 tentang system budidaya pertanian berkelanjutan, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
(Hms/Arifin)
0 Komentar