Pilgub Jambi Head To Head ! Romi Berpeluang Ungguli Haris



Liputan 12.com.jambi 20/07/2024- Dinamika Pemilihan Gubernur Jambi 2024 masih dinamis, tarik menarik dukungan partai Politik terus terjadi. Dibalik skema kotak kosong yang coba diusahakan petahana, terselip satu kekhawatiran untuk bertanding satu lawan satu (head to head) dengan sang penantang, duel antara Petahana Haris Sani VS Romi Saniatul. Ketika ini terjadi Romi Haryanto berpeluang mengungguli Haris.

"Jika satu lawan satu (head to head) Haris VS Romi, maka Romi berpeluang mengungguli Haris dalam pilgub 2024 nanti," ungkap pengamat politik Dr. Noviardi Ferzi (19/7) semalam.

Menurut Noviardi, secara teori, seharusnya selaku petahana Haris sebagai calon sebagai didukung oleh kekuasaan dan sedang berkuasa akan menang mudah dalam setiap konstetasi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Tapi faktanya, anggapan teoritis tersebut telah runtuh dan berubah sejak Pilkada 2018 dan 2020 lalu, di mana saat itu banyak petahan yang tumbang.

" Kita bicara fakta empirik Pilkada 2018 dan 2020 lalu, banyak petahana yang tumbang, apalagi yang bertanding satu lawan satu (head to head), dan ini kekalahan yang tragis. " ungkapnya.

Secara ilmiah, pengamat ini menjelaskan bahwa prediksi kekalahan petahana di pilgub 2024 adalah kesimpulan data tentang rasionalitas pemilih telah kembali atau disebut rasionalitas 'figth back'.

Artinya jika selama ini orang memilih karena sentimentalitas suku dan wilayah maka kali ini mereka memilih karena rasionalitas, tapi harus ditambahkan dengan emosi atau semacam rasa marah yaitu marah pada rezim yang sedang berkuasa sehingga kuasa rakyat itu digunakan saat pencoblosan dengan campuran emosi dan rasionalitas bahwa inilah saatnya mengakhiri rezim yang tidak lagi bisa diharapkan di wilayah tersebut.

" Mengapa jika head to head Haris kita prediksi kalah ? Ya karena rasionalitas dicampur emosi yaitu rasa marah itulah yang mengakhiri cengkraman rezim politik di Jambi yang dipandang warga sudah menjadi semacam oligarki politik ditambah masalah ekonomi yang melandai, jalan batubara, multi years yang tak selesai, Dumisake yang hanya slogan, berkontribusi beratnya peluang petahana jika head to head, ungkap pengamat yang dikenal kritis tersebut.

Hal lain menurut Noviardi karena para petahana juga mengalami apa yang dalam ilmu psikologi disebut sebagai neraka keilahian diri.

Mereka merasa diri sudah pasti menang. Dan ego mereka begitu besar sehingga menguasai diri mereka sampai-sampai ada yang sudah merasa aman dan mengklaim menang mutlak.

Ketika mereka merasa tidak perlu lagi berjuang dan bekerja keras apalagi harus turun ke level bawah dengan pasukan militan yang bisa melakukan contra opini, disitulah mereka sebenarnya sudah kalah karena isue-isue di media sosial sudah jauh menggerogoti hati publik.

Dan kepercayaan kepada mereka sudah runtuh. Bahkan saat kebanyakan petahana hanya mengandalkan bansos dan jaringan birokrasi. Namun mereka lupa bahwa rakyat saat ini dengan hadirnya media sosial sudah cerdas dan paham bahwa bansos itu uang negara dan hak rakyat untuk menerimanya.

Selanjutnya ia juga mengatakan kepala daerah petahan terlalu percaya diri sehingga abai dan sibuk menikmati kekuasaan tanpa berpikir bahwa menjaga perubahan persepsi masyarakat adalah penting.

Seharusnya memanfaatkan posisi sebagai incumbent untuk terus menjaga opini publik, bukan untuk menikmati kekuasaan dan abai terhadap isue-isue yang berkembang setiap hari.

Muara dari semuanya, Noviardi menyimpulkan masyarakat nanti akan berani mengambil keputusan berbeda dalam memberikan suaranya. Masyarakat berani menyatakan sikap atas situasi yang sudah berlangsung, yang tidak sesuai harapan mereka dan kemudian membuat niprotes dengan memilih pemimpin baru sebagai cara menghentikan terus berlangsungnya situasi yang tidak diharapkan.(Deni.af.)

Posting Komentar

0 Komentar