Jambi 20/07/2024/LIPUTAN 12.COM–
Pengamat Ekonomi Jambi Dr. Noviardi Ferzi kembali mengingati soal track record Gubernur Al Haris soal defisit anggaran APBD Provinsi Jambi. Menurutnya, dari sejak ia jadi Bupati Merangin Haris sudah berpengalaman soal defisit anggaran APBD.
" Soal defisit anggaran sejak ia Bupati Merangin ia berpengalaman soal defisit, bahkan tahun 2018 Merangin sampai mengurangi dana operasional seluruh organisasi perangkat daerah (OPD), hingga ke tingkat kecamatan. Ini terkait dengan defisit anggaran yang dialami Kabupaten Merangin. Bahkan sampai kini APBD Merangin masih defisit, karena program multi years maupun pinjaman ke SMI, " Ungkapnya di Jambi (20/7) kemarin.
Sebelumnya diberitakan Gubernur Al Haris mencetak hattrick defisit APBD selama 3 tahun berturut-turut. Pada tahun 2022 APBD Provinsi Jambi mengalami realisasi defisit sebesar Rp 67,1 milyar, tahun 2023 mengalami lonjakan luar biasa menjadi Rp 551,99 milyar. Pada APBD 2024 tercantum defisit sebesar Rp 354 milyar.
Seperti diketahui banyak orang, Al Haris bersemangat membuat bangunan-bangunan monumental dengan anggaran triliunan rupiah seperti Stadion, Islamic Center, Ruang Terbuka Hijau (RTH) Angso Duo, dan lain-lain. Hingga saat ini bangunan-bangunan tersebut belum dapat diselesaikan, bahkan pembangunan RTH yang menghabiskan dana Rp 35 milyar terus menjadi polemik.
Peningkatan belanja daerah yang diikuti dengan meningkatan defisit yang luar biasa tidak dinikmati oleh rakyat Jambi. Seorang pegawai di salah satu instansi pemerintah Provinsi Jambi mengeluh,”Anggaran banyak dipangkas, kami kesulitan untuk memenuhi IKU (Indeks Kinerja Utama) dan program-program yang sudah dijalankan bertahun-tahun.”
Sehingga ketika Defisit anggaran terjadi pada APBD Provinsi Jambi di tiga tahun terakhir tidak terlepas dari pembiayaan berbagai program multi years yang dilakukan pemprov Jambi di era Gubernur Haris.
Menurut Noviardi, Defisit anggaran ini membuat OPD sulit mengembangkan inovasi dan berbagai terobosan dalam menyusun program yang pro rakyat. Menjadi sulit karena OPD dibatasi ruang fiskal (anggaran) yang terbatas.
Ketika anggaran terbatas maka aspirasi pembangunan yang bisa dibiayai juga menjadi terbatas. Akibatnya, tak banyak pembangunan yang bisa dilakukan.
" Secara kalkulasi infut dan output ekonomi, program multi years menyumbang 38 persen kegagalan Jambi mantap, karena membuat fiskal kita sempit, sisanya soal prioritas belanja yang tak jelas dan terukur, juga menyumbang kegagalan program Jambi mantap, serta pendekatan pembangunan yang terlalu seremonial juga memberi kontribusi kegagalan."..
Noviardi juga mengatakan Defisit anggaran yang terjadi di Provinsi Jambi jauh melewati batas maksimal sebagaimana dijelaskan pada peraturan tersebut diatas yaitu 2,8 persen yang mana defisit anggaran di Provinsi Jambi mencapai Rp400 miliar atau jika dipersentasekan sebesar 7,27persen di tahun 2023 kemarin.
Padahal Berdasarkan Peraturan menteri keuangan republik Indonesia Nomor 194/PMK.07/2022 Tentang Batas Maksimal defisit APBD tahun anggaran 2023 sebagaimana yang di jelaskan pada pasal 3 poin a. batas maksimal Defisit APBD tahun anggaran 2023 masing-masing daerah ditetapkan berdasarkan kategori kapasitas fiskal daerah sebesar 2,8 persen. Ini menunjukan APBD kita kurang berkualitas.
Untuk itu Noviardi juga menambahkan, Kualitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi masih perlu ditingkatkan. Hal ini disampaikan pengamat ekonomi Jambi menanggapi Penyampaian LHP BPK APBD Provinsi Jambi tahun 2023. Menurutnya ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki agar kualitas APBD meningkat, antara lain dalam hal perencanaan, penentuan prioritas belanja, hingga soal regulasi.
Berkaca dari APBD 2023 lalu, Noviardi Ferzi mengatakan kualitas belanja dalam APBD masih memerlukan perbaikan. Ia, menyebutkan terdapat hal - hal fundamental permasalahan seperti pemprov belum melakukan analisis ekonomi atas usulan program dan kegiatan. Kemudian, belum melakukan seleksi program dan kegiatan sesuai dengan prioritas yang ditetapkan.
“Pemprov Jambi sepertinya juga belum melakukan proyeksi biaya atas program dan kegiatan, buktinya, ada proyek multi years yang sudah berjalan masih minta penambahan anggaran, " ungkapnya via wawancara kemarin.
Selanjutnya, ia mengatakan apabila dilihat lebih dalam lagi, terdapat permasalahan terkait regulasi PAD yang belum lengkap. Kemudian, pemprov tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak.
Noviardi juga menyoroti, saat ini terdapat kecenderungan perencanaan penganggaran pendapatan daerah ditetapkan terlalu tinggi. “Ini berkaitan juga dengan pendataan, jadi tidak didasarkan pada data yang akurat dan realistis,”
Dengan postur pendapatan yang tinggi, maka tingkat belanja daerah pun akan ikut tinggi. Hal ini kemudian menimbulkan defisit karena realisasi pendapatan tidak setinggi tingkat belanja daerah.
Terakhir, ia menjelaskan ada pendapat yang menyebut belanja daerah dapat ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, Noviardi mengingatkan, apabila tingkat defisit APBD tidak dikendalikan, dalam waktu panjang bisa berpengaruh terhadap kesinambungan fiskal. “Sebagian APBD nantinya justru hanya untuk membayar utang,” pungkasnya.(Deni af)
0 Komentar