DLH Kabupaten Cirebon siap mengawal program-program yang bersumber dari gerakan masyarakat yang menciptakan kualitas lingkungan lebih baik.
Hal itu disampaikan Kepala DLH Kabupaten Cirebon, Iwan Ridwan Hardiawan SSos MSi saat memberikan sambutan dalam acara peringatan Hari Lingkungan Hidup tingkat Kabupaten Cirebon 2024, yang digelar di Balai Desa Leuwidinding, Kecamatan Lemahabang, Minggu (30/6/2024).
Iwan mengapresiasi antusiasme masyarakat yang hadir, meski kegiatan digelar di akhir pekan. Hal ini membuktikan, semangat masyarakat dalam mencintai lingkungan.
Dirinya membuka sambutan dengan refleksi kehidupan manusia yang cenderung berpotensi merusak alam. Aktivitas manusia, dari bangun hingga menjelang tidur menghasilkan sampah, bahkan hingga merusak lingkungan.
Iwan menilai kebiasaan buruk itu harus diubah demi lingkungan yang lebih baik. Sehingga, lanjut dia, generasi ke depan bisa merasakan hal yang sama, karena lingkungannya tetap terjaga.
“Bahwa menghilangkan sama sekali hal tadi (kebiasaan buruk), tidak mungkin, tapi bagaimana kita mereduksi, mengurangi potensi bahaya,” ucap Iwan.
Ia menjelaskan, salah satu contoh kebiasaan yang bisa diubah adalah soal penggunaan air bersih. Ia tak menampik, tak sedikit masyarakat yang boros dalam menggunakan air bersih.
Masyarakat diimbau untuk hemat air bersih. Sebab, menurutnya, 50 persen ketersedian air baku di Kabupaten Cirebon sudah melampaui batas, dan 50 persennya lagi warna kuning alias kritis.
“Kalau kita tidak merubah perilaku kita, kita akan kesulitan mencari air bersih dalam lima tahun hingga 10 tahun ke depan,” imbaunya.
“Lima tahun lalu di Kabupaten Cirebon, sumber air bersih itu 212 (titik), hari ini kurang dari 100 (titik sumber air bersih). Sumber air bersih kita makin berkurang,” ungkapnya.
Selain mengajak masyarakat bijak menggunakan air bersih, ia juga meminta masyarakat untuk memilah dan mengolah sampah. Saat ini, lanjut dia, produksi sampah di Kabupaten Cirebon mencapai 1.200 ton per harinya.
Dan, hanya 400 ton sampah yang berhasil diolah setiap harinya. Sisanya, yakni 800 ton belum bisa diolah. Selain pemerintah, Iwan juga mengaku perlu adanya gerakan masyarakat untuk mengolah sampah.
“Ayo, kita ubah perilaku kita. Dulu ada gerakan sedekah tanaman, jadi nanti setiap rumah minimal punya tabulampot (tanaman buah dalam pot), pupuknya bisa dari sampah organik. Jadi, gerakan yang sederhana saja,” tukas Iwan.
“Semoga apa yang saya sampaikan, bisa menjadi bekal mengubah mindset (pola pikir). Desa-desa di Kecamatan Lemahabang ini bisa menjadi pelopor pengolahaan sampah,” pungkasnya.
Bung Arya
0 Komentar